Di sebuah desa kecil, tinggallah seorang  pria yang tiap harinya gemar menggosip, dia selalu saja menggosipkan  tetangga-tetangganya meskipun dia tak mengenal siapa mereka. Namun  karena ingin berubah, suatu hari dia mendatangi seorang tua bijak untuk  meminta saran. Pria bijak ini memerintahkannya untuk membeli ayam segar  di pasar dan membawakan untuknya sesegera mungkin. Dan ayam itu harus ia  cabuti bulu-bulunya sementara ia berlari, tak boleh sehelai bulu pun  tersisa. Si penggosip ini menuruti semua, dia mencabuti bulu-bulu ayam  sementara ia berlari kembali ke rumah pria bijak itu. Sesampainya disana  ia menyerahkan ayam tersebut, namun pria bijak lagi-lagi memintanya  untuk pergi mengumpulkan semua helai bulu yang sudah dia cabuti dan  membawanya kembali. Si penggosip ini tentu saja protes, hal itu tidak  masuk akal untuk dilakukan. Angin pasti sudah menerbangkan bulu ayam itu  ke segala penjuru dan dia takkan pernah bisa mengumpulkannya lagi. Pria  bijak kembali berkata, "Hal itu benar. Dan begitu pulalah halnya dengan  gosip. satu gosip dapat terbang ke segala sudut, lalu bagaimana kamu  akan mengembalikannya? Jadi sebaiknya jangan pernah memulainya dari  awal."
Benar kata dongeng di atas. Sekali saja  anda menceritakan sebuah gosip, maka gosip itu akan dengan cepat  menyebar bagaikan debu tertiup angin. Tapi sebenarnya gosip ini baik  atau buruk sih? Jawabannya tentu saja tergantung pada isi dari gosip dan  tujuan dari orang yang menyampaikan gosip ini. Gosip itu sendiri kan  bisa di deskripsikan sebagai mengobrol atau menceritakan sesuatu kepada  orang lainnya.
Jadi kalau yang dicerikan merupakan hal-hal yang baik dengan maksud ingin berbagi, berarti itu bagus kan? 
Sisi baik lainnya dari gosip itu,  terkadang gosip justru lebih memperat atau mendekatkan hubungan dengan  teman-teman kita. Misalnya sudah lama kita tidak bertemu atau terputus  komunikasi dengan teman kita, namun ketika ada seseorang yang bercerita  tentang dia kita jadi tahu, 'oh keadaan dia sekarang begini', 'oh dia  sekarang berada disini'. Dan jangan salah, gosip juga bisa memberikan  kita pelajaran loh. Coba bayangkan, misalnya ada seseorang yang  menggosip tentang suatu keadaan atau hal yang terjadi di kantor atau  disekitar kita, maka dengan mendengar dan berbagi cerita itu kita akan  belajar tentang norma-norma sosial tak tertulis yang berlaku di sekitar  kita. Kita belajar bagaimana untuk bertindak, dan bagaimana untuk tidak  bertindak dalam suatu situasi tertentu.
Namun masalahnya gosip terkadang lebih  diartikan dengan menyebarkan rumor, atau hal-hal yang belum tentu benar  kebenarannya dan kebanyakan merupakan cerita berbau negatif. Kalau  demikian ini yang terjadi, maka sebaiknya anda memang menghindarinya.  Bukan hanya karena adanya norma-norma sosial yang menilai bagaimana  buruknya bergunjing  hal-hal negatif itu, akan tetapi saya rasa semua  ajaran agama pun memang tidak membenarkan kegiatan bergunjing ini.
Dengan tidak bermaksud menghakimi, tapi  sebenarnya apa sih yang membuat seseorang begitu entengnya  menggunjingkan aib orang lain? Demi kepuasan batin? Karena senang  melihat mereka yang digosipkan jadi tercoreng namanya di mata publik?  Atau karena memang ingin agar publik tahu sosok seperti apa yang  tersembunyi dibalik kedok si korban gosip ini?
Terlepas dari apapun alasan orang-orang  menyebarkan gosip, sebelum bergosip itu sendiri kenapa kita tidak coba  tengok terlebih dahulu pada diri kita? Apa kita ini memang sempurna  tanpa cela, hingga membicarakan keburukan orang lain bukanlah sebuah  kesalahan? Jangan sampai kita menjadi seperti kata pepatah bijak 'semut  di seberang lautan nampak jelas, namun gajah di pelupuk mata tak  nampak'.
Terhadap beredarnya sebuah rumor (gosip), sesungguhnya ada tiga pihak yang terkuak aibnya: 
korban gosip yang aib hidupnya di gosipkan, 
dia yang menyebarkan gosip, dengan maksud menjelekkan,
mereka yang mendengarkan gosip yang  kemudian menanggapinya dengan mengucapkan hal-hal buruk lainnya atau  bahkan menyebarkannya lagi ke orang lain.
Tapi paling tidak dalam kasus gosip  tersebut, yang digosipkan itu merupakan korban. Berarti si penyebar  gosip bisa dibilang sebagai pelakunya dong? Gak asik juga kan di cap  penggosip? :)
0 Response to "Cerita Tentang Si Penggosip"
Post a Comment