Para Koruptor Itu Sebenarnya Siapa ?
Oleh: Prof. Dr. H. Imam  Suprayogo 
Tulisan singkat ini saya buat, dengan maksud  mengajak, bersama-sama melihat secara jernih, hati-hati, dan  sungguh-sungguh, siapa sebenarnya para koruptor itu. Jawaban ini penting  diketahui, agar tidak ada pihak-pihak yang sebenarnya benar tetapi  disalahkan dan atau sebaliknya, salah tetapi selalu dibenarkan. Dengan  mengetahui latar belakang pelaku koruptor itu, maka tidak terjadi  anggapan yang salah, dan begitu pula peta dan pelaku koruptor itu  menjadi jelas.
  
Saya sangat sedih mendengar ungkapan yang tidak semestinya,  dilontarkan secara sembrono atau gegabah, misalnya, sebagai berikut :  “Bangsa ini paling banyak penduduknya yang muslim, tetapi koruptornya  juga paling banyak.” Kalimat yang bernada sama dikatakan : “Negeri ini  setiap tahun paling banyak penduduknya yang naik haji, tetapi juga  paling parah korupsinya”. Ungkapan lainnya, masjidnya banyak tetapi  korupnya juga begitu banyak.
Kalimat-kalimat senada itu  seringkali terdengar dalam berbagai kegiatan, seperti dalam ceramah,  diskusi, pembicaraan tidak resmi, dan lain-lain. Seolah-olah kalimat itu  benar, atau mungkin juga dengan maksud benar, sebagai peringatan agar  yang telah naik haji, rajin ke masjid, sholat lima waktu, dan seterusnya  tidak melakukan korupsi lagi. Ungkapan seperti itu, seolah-olah bahwa  ibadah haji, sholat lima waktu, dan sejenisnya tidak berdampak apa-apa  terhadap perilaku seseorang. Padahal, yang korupsi dan yang mengemplang  dan membobol bank itu orangnya berbeda dengan yang naik haji dan juga  yang ada di masjid-masjid atau di tempat ibadah lainnya.
Ungkapan  secara sembrono dan gegabah seperti tersebut di muka, seolah-olah ingin  menunjukkan bahwa keberagamaan, seperti sholat, haji, tidak ada  kaitannya dengan perbaiki karakter, watak, dan perilaku seseorang.  Memang pada kenyataannya, ada orang-orang yang pernah berhaji tetapi  juga melakukan korupsi, rajin sholat, teapi juga masih menyimpang  tatkala bekerja di kantor dan seterusnya. Tetapi yang rupanya tidak  pernah dilihat adalah siapa sesungguhnya pihak-pihak yang paling banyak  melakukan korupsi itu, apalagi dalam ukuran besar, hingga triliyunan  rupiah selama ini.
Secara lebih jelas, jika terdengar ada bank  bangrut, karena sengaja dibangkrutkan oleh pemiliknya, dan uangnya  dilarikan ke luar negeri, atau ada pengemplang, dan bahkan ada cukong,  dan apalagi terakhir ada markus atau makelar kasus tingkat kakap,  sesungguhnya siapa mereka itu. Saya belum pernah mendengar, bahwa  kejahatan ekonomi kelas kakap itu dilakukan oleh para jama’ah haji, atau  orang yang rajin ke masjid, apalagi seorang takmir masjid. Dalam kasus  yang paling hangat, bank centrury misalnya, siapa yang membobol dana  sekian triliyun, dan akhirnya pemerintah merasa harus menalangi itu.  Pelaku kejahatan keuangan itu, jelas bukan orang yang rajin ke tempat  ibadah.
Melihat secara jelas pelaku kejahatan itu adalah sangat  penting, apalagi di tengah-tengah upaya meperbaiki perilaku, watak,  karakter bangsa yang akhir-akhir ini mulai disadari dan dianggap  mendesak dilakukan. Perlu dikhawatirkan jangan-jangan, mereka yang  sekedar terkena pengaruh budaya jahat itu, justru yang dijadikan kambing  hitam, sedangkan sumber utama pelakunya tidak pernah mendapatkan  perhatian, apalagi akhirnya dianggap sebagai pahlawan.
Saya  meyakini, bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan korupsi, apalagi  korupsi kelas kakap, pembobolan dana bank triliyiunan rupiah, juga  mereka yang menjadi cukong termasuk cukong politik di mana-mana, menjadi  markus atau makelar kasus, mereka itu adalah bukan orang-orang yang  dekat dengan tempat ibadah, dekat dengan kitab suci, dan juga dekat  dengan kegiatan-kegiatan keagamaan -----agama apapun. Saya meyakini  bahwa seseorang yang memiliki keimanan yang kokoh, selalu mendekatkan  kepada Tuhannya, memegangi kitab suci-Nya secara sungguh-sungguh, mereka  tidak akan melakukan korupsi atau kejahatan lainnya. 
Tidak  perlu menutup mata, bahwa memang ada orang yang pernah naik haji, sholat  lima waktu, puasa di bulan Ramadhan tetapi masih melakukan kesalahan,  dan mungkin juga korupsi, yang akhirnya masuk penjara. Tetapi juga tidak  selalu demikian, bahwa yang haji itu korup dan jahat. Sama halnya,  orang sekolah dan kuliah, tidak selalu berhasil menjadi pintar. Ada pula  yang gagal dan tidak lulus. Demikian pula baik orang-orang yang naik  haji, sholat, puasa dan lain-lain, tidak semua mabrur atau diterima  ibadahnya itu.
Secara sederhana, saya tidak yakin bahwa orang  yang pernah haji tetapi masih melakukan korupsi, adalah orang-orang yang  hatinya benar-benar dekat dengan ka’bah, dekat dengan masjid, atau  dekat dengan jenis tempat-tempat ibadah lainnya. Orang-orang yang masih  berani mengabaikan ajaran agamanya, pertanda bahwa keberagamaannya tidak  sungguh-sungguh. Tetapi saya yakin, agama merupakan instrument  strategis untuk menjaga kualitas diri bagi pemeluknya. Para koruptor dan  pelaku kejahatan adalah orang-orang yang sesungguhnya jauh dari agama,  sehingga hatinya kering, atau hampa dari nilai-nilai luhur itu. Wallahu  a’lam.
Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)  Maulana Malik Ibrahim Malang
0 Response to " "
Post a Comment